Medan - Sepanjang tahun 2010, kasus gigitan anjing yang melanda Sumatera Utara
sebanyak 3.693 kasus dengan jumlah kematian mencapai 36 jiwa positif terserang virus mematikan dari anjing gila atau disebut rabies.
“Untuk pemberian vaksin terhadap manusia sepanjang tahun 2010, sudah dilakukan sebanyak 2.796 jiwa dan pemeriksaan sample sebanyak 33 sampel,” kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, dr Chandra Syafei SpOG, Kamis (10/2) di Medan.
Dikatakannya, Kota Gunung Sitoli merupakan daerah terbanyak kasus gigitan anjing selama tahun 2010, yakni mencapai 737 gigitan dengan pemberian VAR sebanyak 732 kuur dan dengan kematian sebanyak 20 jiwa kasus rabies.
Sementara itu, Samosir merupakan daerah kedua terbanyak kasus gigitan yakni mencapai 469 kasus, dimana pemberian VAR sebanyak 268 kuur dan dengan kematian sebanyak 3 jiwa.
“Untuk Medan diketahui sebanyak temuan 444 kasus gigitan, 309 pemberian VAR dan kematian nihil,” ujarnya.
Kepala Seksi (Kasi) Pencegahan Penyakit Menular Langsung (P2ML) Dinkes Sumut, Sukarni menambahkan, untuk Januari tahun 2011, berdasarkan laporan yang diterima, diketahui Gunung Sitoli terdapat 1 kematian akibat rabies dan Nias 1 korban rabies dilaporkan. “Kalau di Gunung Sitoli, korban yang meninggal pernah digigit oleh anjing setahun yang lalu dan tidak mendapatkan VAR.
Berdasarkan laporan, istri korban yang bertugas di rumahsakit daerah setempat sudah menyarankan agar korban diobati. Akan tetapi, korban sendiri tidak mau dengan alasan hanya sedikit saja. Sedangkan yang di Nias, korban mendapatkan gigitan di bulan Desember 2010 dan kematiannya diketahui Januari 2011,” terangnya.
Ditanya mengenai stok VAR di Dinkes Sumut, Sukarni mengaku mendapatkan bantuan dari Kemenkes RI sebanyak 835 kuur. “Kalau estimasi tahun 2011 ini, kita samakan dengan kasus yang terjadi di tahun 2010 lalu yakni sekitar 3.000-4.000 kasus gigitan.
Namun, ketersediaan vaksin kita hanya sebanyak 835 kuur saja. Dengan kondisi seperti ini sambung Sukarni, pihaknya menghimbau kepada seluruh kabupaten/Kota di Sumut agar mengalokasikan dananya untuk pembelian VAR sesuai dengan angka kejadian di daerahnya
masing-masing,” jelasnya.
Guna meminimalisir rabies di Sumut, dia menerangkan agar seluruh masyarakat menghindari dari gigitan anjing. Kalau sudah terkena gigitan, diharapkan masyarakat melakukan pencucian daerah yang digigit dengan detergen selama 10-15 menit dan kemudian melaporkan hal ini kepada Dinkes setempat.
“Kita harapkan kepada seluruh masyarakat agar tidak menganggap enteng permasalahan ini. Harus disikapi dengan baik agar kedepan, kasus ini dapat diminimalisir. Kalau masa inkubasi virus ini selama 2-3 minggu dan maksimal 1 tahun,” papar Sukarni.
Sementara itu, terkait masalah ini, Kepala Bidang (Kabid) Kesehatan Hewan Dinas Peternakan Sumatera Utara, Mulkan mengatakan, sejak Pulau Nias KLB rabies, Gubernur Sumatera Utara, H Syamsul Arifin SE mengeluarkan surat edaran Peraturan Gubsu No 39 Tahun 2010 yang isinya tentang penutupan sementara pemasukan/pengeluaran anjing, kucing, kera dari kepulauan Nias.
“Populasi anjing di Sumut sebanyak 290.000 ekor. Nias dengan populasi 61.756 ekor dan sudah dieliminasi sebanyak 28.243 ekor,” ujarnya.
Untuk kasus rabies di Sumut, sambungnya, seluruh Kabupaten/Kota di Sumut sudah terserang. “Hingga saat ini, Nias diketahui masih endemis dan kita sudah memberikan pelatihan tentang rabies ini dimana Nias juga dinyatakan masih KLB,” terangnya sembari mengatakan tahun 2010 sebanyak 45.500 vaksin sudah disebar.
Untuk ketersedian VAR di Disnak Sumut, Mulkan menambahkan, sekitar 45,5 persen ketersediaan vaksin ini dan diketahui, kasus kematian di Nias dari tahun 2010-2011 sebanyak 26 kasus dilaporkan.
“Kita berharap ditahun 2014 mendatang, Sumatera Utara dapat bebas dari rabies dan hal ini juga harus didukung oleh seluruh stakeholder dan masyarakat. Sehingga apa yang menjadi target kita dapat tercapai,” harapnya.
Terpisah, anggota DPD RI asal Sumut dan sekaligus Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Parlindungan Purba mengatakan, kasus rabies ini diakibatkan oleh gigitan anjing dan merupakan suatu penyakit yang mematikan dimana dalam hal ini harus disikapi dengan baik.
Masih dikatakannya, dirinya meminta kepada seluruh Kabupaten/Kota agar berkoordinasi dengan Disnak dan Dinkes akan hal ini. “Pemkab/Pemko harus mulai mendeteksi kembali anjing-anjing dimana harus diberikan vaksin dan jangan dibiarkan anjing berkeliaran dengan bebas,” ujarnya.
Masih, Parlindungan, Disnak Sumut juga harus memantau kasus rabies ini di seluruh Kabupaten/Kota dan khususnya Nias. Sebab nias hingga kini masih KLB.
“Dalam beberapa waktu kedepan, Dirjen akan turun ke Nias dan saat ini mereka sedang membahas hal ini, baik pembentukan tim maupun anggarannya," bebernya seraya memaparkan, meski Nias KLB, namun daerah tersebut sudah terisolasi dan diharapkan seluruh Pemkab/Pemko dan masyarakat harus pro aktif dalam hal ini. (Akb)
sebanyak 3.693 kasus dengan jumlah kematian mencapai 36 jiwa positif terserang virus mematikan dari anjing gila atau disebut rabies.
“Untuk pemberian vaksin terhadap manusia sepanjang tahun 2010, sudah dilakukan sebanyak 2.796 jiwa dan pemeriksaan sample sebanyak 33 sampel,” kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, dr Chandra Syafei SpOG, Kamis (10/2) di Medan.
Dikatakannya, Kota Gunung Sitoli merupakan daerah terbanyak kasus gigitan anjing selama tahun 2010, yakni mencapai 737 gigitan dengan pemberian VAR sebanyak 732 kuur dan dengan kematian sebanyak 20 jiwa kasus rabies.
Sementara itu, Samosir merupakan daerah kedua terbanyak kasus gigitan yakni mencapai 469 kasus, dimana pemberian VAR sebanyak 268 kuur dan dengan kematian sebanyak 3 jiwa.
“Untuk Medan diketahui sebanyak temuan 444 kasus gigitan, 309 pemberian VAR dan kematian nihil,” ujarnya.
Kepala Seksi (Kasi) Pencegahan Penyakit Menular Langsung (P2ML) Dinkes Sumut, Sukarni menambahkan, untuk Januari tahun 2011, berdasarkan laporan yang diterima, diketahui Gunung Sitoli terdapat 1 kematian akibat rabies dan Nias 1 korban rabies dilaporkan. “Kalau di Gunung Sitoli, korban yang meninggal pernah digigit oleh anjing setahun yang lalu dan tidak mendapatkan VAR.
Berdasarkan laporan, istri korban yang bertugas di rumahsakit daerah setempat sudah menyarankan agar korban diobati. Akan tetapi, korban sendiri tidak mau dengan alasan hanya sedikit saja. Sedangkan yang di Nias, korban mendapatkan gigitan di bulan Desember 2010 dan kematiannya diketahui Januari 2011,” terangnya.
Ditanya mengenai stok VAR di Dinkes Sumut, Sukarni mengaku mendapatkan bantuan dari Kemenkes RI sebanyak 835 kuur. “Kalau estimasi tahun 2011 ini, kita samakan dengan kasus yang terjadi di tahun 2010 lalu yakni sekitar 3.000-4.000 kasus gigitan.
Namun, ketersediaan vaksin kita hanya sebanyak 835 kuur saja. Dengan kondisi seperti ini sambung Sukarni, pihaknya menghimbau kepada seluruh kabupaten/Kota di Sumut agar mengalokasikan dananya untuk pembelian VAR sesuai dengan angka kejadian di daerahnya
masing-masing,” jelasnya.
Guna meminimalisir rabies di Sumut, dia menerangkan agar seluruh masyarakat menghindari dari gigitan anjing. Kalau sudah terkena gigitan, diharapkan masyarakat melakukan pencucian daerah yang digigit dengan detergen selama 10-15 menit dan kemudian melaporkan hal ini kepada Dinkes setempat.
“Kita harapkan kepada seluruh masyarakat agar tidak menganggap enteng permasalahan ini. Harus disikapi dengan baik agar kedepan, kasus ini dapat diminimalisir. Kalau masa inkubasi virus ini selama 2-3 minggu dan maksimal 1 tahun,” papar Sukarni.
Sementara itu, terkait masalah ini, Kepala Bidang (Kabid) Kesehatan Hewan Dinas Peternakan Sumatera Utara, Mulkan mengatakan, sejak Pulau Nias KLB rabies, Gubernur Sumatera Utara, H Syamsul Arifin SE mengeluarkan surat edaran Peraturan Gubsu No 39 Tahun 2010 yang isinya tentang penutupan sementara pemasukan/pengeluaran anjing, kucing, kera dari kepulauan Nias.
“Populasi anjing di Sumut sebanyak 290.000 ekor. Nias dengan populasi 61.756 ekor dan sudah dieliminasi sebanyak 28.243 ekor,” ujarnya.
Untuk kasus rabies di Sumut, sambungnya, seluruh Kabupaten/Kota di Sumut sudah terserang. “Hingga saat ini, Nias diketahui masih endemis dan kita sudah memberikan pelatihan tentang rabies ini dimana Nias juga dinyatakan masih KLB,” terangnya sembari mengatakan tahun 2010 sebanyak 45.500 vaksin sudah disebar.
Untuk ketersedian VAR di Disnak Sumut, Mulkan menambahkan, sekitar 45,5 persen ketersediaan vaksin ini dan diketahui, kasus kematian di Nias dari tahun 2010-2011 sebanyak 26 kasus dilaporkan.
“Kita berharap ditahun 2014 mendatang, Sumatera Utara dapat bebas dari rabies dan hal ini juga harus didukung oleh seluruh stakeholder dan masyarakat. Sehingga apa yang menjadi target kita dapat tercapai,” harapnya.
Terpisah, anggota DPD RI asal Sumut dan sekaligus Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Parlindungan Purba mengatakan, kasus rabies ini diakibatkan oleh gigitan anjing dan merupakan suatu penyakit yang mematikan dimana dalam hal ini harus disikapi dengan baik.
Masih dikatakannya, dirinya meminta kepada seluruh Kabupaten/Kota agar berkoordinasi dengan Disnak dan Dinkes akan hal ini. “Pemkab/Pemko harus mulai mendeteksi kembali anjing-anjing dimana harus diberikan vaksin dan jangan dibiarkan anjing berkeliaran dengan bebas,” ujarnya.
Masih, Parlindungan, Disnak Sumut juga harus memantau kasus rabies ini di seluruh Kabupaten/Kota dan khususnya Nias. Sebab nias hingga kini masih KLB.
“Dalam beberapa waktu kedepan, Dirjen akan turun ke Nias dan saat ini mereka sedang membahas hal ini, baik pembentukan tim maupun anggarannya," bebernya seraya memaparkan, meski Nias KLB, namun daerah tersebut sudah terisolasi dan diharapkan seluruh Pemkab/Pemko dan masyarakat harus pro aktif dalam hal ini. (Akb)
0 komentar:
Posting Komentar