Medan - Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) inisiatif DPRD Kota Medan tentang HIV/AIDS belum jelas. Pasalnya belum juga masuk dalam pembahasan, meski sudah mendapat dukungan dari sejumlah kalangan.
Menurut Anggota Komisi B DPRD Medan, Salman Al Farisi mengatakan, Ranperda tentang HIV/AIDS hingga kini masih dalam pengajuan. Dijadwalkan, tanggal 21-22 Februari 2011 mendatang akan dibentuk Tim Pansus.
“Semoga berjalan sesuai jadwal. Kalau pun meleset, ya kita harapkan tidak terlalu jauh, sebisa mungkin secepatnya kita menetapkan Perda tentang HIV/AIDS,” katanya saat dihubungi melalui selularnya. Selasa (15/2)
Dikatakan Salman, saat ini, Ranperda tersebut sedang dalam proses pegajuan, dimana DPRD Medan belum membahasnya karena masih terganjal beberapa Ranperda lain yang dinilai lebih prioritas. "Dalam hal penetapan Ranperda, DPRD Medan lebih kearah Perda yang diprioritaskan," katanya seraya mengatakan Ranperda yang diprioritaskan Seperti Ranperda Pajak Daerah dan Ranperda RTRW.
“Memang Ranperda masalah HIV/AIDS sangat mendesak, tapi Ranperda lain seperti Pajak Daerah lebih kita prioritaskan karena berkaitan dengan PAD dan agar lebih memudahkan masyarakat,” bebernya.
Salman menjelaskan, Ranperda yang merupakan inisiatif anggota dewan, termasuk dirinya, akan fokus pada dua hal yakni, penanggulangan dan pencegahan. Terutama pencegahan terhadap seks bebas dan jarum suntik yang merupakan dua penyebab terbesar penyebaran virus yang mematikan ini.
“Sosialisasi kita serahkan pada pemko. Nantinya dalam Ranperda akan dibahas diantaranya bagaimana mempersempit ruang lingkup seks bebas, dimana nantinya Akan dilakukan pembahasan lebih dalam agar ada perubahan yang signifikan dalam pencegahan HIV/AIDS ini,” ungkapnya
Terkait masalah ini, Ketua LSM Medan Plus, Eban Tontota Kaban berpendapat, seharusnya didalam Perda itu nantinya bisa mengakomodir semua, tidak hanya pencegahannya saja melainkan harus ada aturan bagi yang sudah terinfeksi dimana mereka harus dilindungi, sehingga tidak berat sebelah. Selain itu, perlu ada penanganan khusus untuk tempat-tempat lokalisasi yang legal.
“Kalau Medan mau jadi pioneer perlu pembahasan lintas sektor, karena dibalik legalitas saya pikir perlu dkaji ulang. Harus dilihat, siapa yang paling diuntungkan. Kalau itu berdampak pada masyarakat luas, itu perlu dikaji ulang. Tapi kalau yang dirugikan PSK, pemerintah harus punya kebijakan, tidak hanya berpihak pada segelintir orang. Kalau porstitusi dibiarkan seperti ini sebenarnya yang paling dirugikan PSK,”katanya.
Eban menilai, pada prinsipnya perlu ada aturan tertulis sebagai acuan untuk program penanggulangan dan pencegahan HIV/AIDS, terutama masyarakat yang terinfeksi juga harus dilindungi. Namun yang terpenting adalah perhatian dari pemerintah.
“Kalau ada aturan, tapi tak ada perhatian dari pemerintah itu sama saja. Masalah yang kecil saja misalnya, kantor tidak diperhatikan. Seperti yang kita ketahui, KPA saja belum punya kantor. Belum lagi kalau ada pertemuan-pertemuan, jarang pimpinan instansi yang menghadiri undangan. Jadi, yang terpenting adalah perhatian pemerintah walau Perda itu ada,” terangnya.
Hal yang sama dikatakan oleh Sekretaris yang juga Ketua Pelaksana Harian Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Ahmad Raja Nasution mengatakan, memang dalam hal ini diperlukan sebuah aturan yang lebih mengarah dan mengutamakan pencegahan disamping pengobatan.
“Kita harapkan Ranperda HIV yang dibahas oleh DPRD Medan di Komisi B lebih kepada pencegahan disamping pengobatan,” katanya.
Dijelaskannya, direncanakan setelah pembahasan Ranperda HIV oleh Komisi B nantinya, KPA Medan selanjutnya akan melaksanakan workshop dengan mengundang stakeholder, LSM dan pemerhati HIV/AIDS lainnya yang berkompeten dalam membahas masalah tersebut.
Masih Ahmad, kasus HIV bila dilihat dari satu sisi mengalami peningkatan dimana dari kasus tersebut bisa diibaratkan fenomena gunung es yang sedikit kelihatan namun sudah banyak terdapat kasus HIV/AIDS, dimana itu dikarenakan masyarakat tidak mau memeriksakan dirinya.
Sebelumnya, dari estimasi Orang Dengan HIV/AIDS ( ODHA) di Sumut sebesar 7059 orang dan yang sudah ditemukan hingga Desember 2010 sebanyak 2616. Dengan faktor resiko terbesar Heteroseksual (seks bebas) dan Narkoba Suntik (IDUs/Intra Drugs User). (Akb)
Menurut Anggota Komisi B DPRD Medan, Salman Al Farisi mengatakan, Ranperda tentang HIV/AIDS hingga kini masih dalam pengajuan. Dijadwalkan, tanggal 21-22 Februari 2011 mendatang akan dibentuk Tim Pansus.
“Semoga berjalan sesuai jadwal. Kalau pun meleset, ya kita harapkan tidak terlalu jauh, sebisa mungkin secepatnya kita menetapkan Perda tentang HIV/AIDS,” katanya saat dihubungi melalui selularnya. Selasa (15/2)
Dikatakan Salman, saat ini, Ranperda tersebut sedang dalam proses pegajuan, dimana DPRD Medan belum membahasnya karena masih terganjal beberapa Ranperda lain yang dinilai lebih prioritas. "Dalam hal penetapan Ranperda, DPRD Medan lebih kearah Perda yang diprioritaskan," katanya seraya mengatakan Ranperda yang diprioritaskan Seperti Ranperda Pajak Daerah dan Ranperda RTRW.
“Memang Ranperda masalah HIV/AIDS sangat mendesak, tapi Ranperda lain seperti Pajak Daerah lebih kita prioritaskan karena berkaitan dengan PAD dan agar lebih memudahkan masyarakat,” bebernya.
Salman menjelaskan, Ranperda yang merupakan inisiatif anggota dewan, termasuk dirinya, akan fokus pada dua hal yakni, penanggulangan dan pencegahan. Terutama pencegahan terhadap seks bebas dan jarum suntik yang merupakan dua penyebab terbesar penyebaran virus yang mematikan ini.
“Sosialisasi kita serahkan pada pemko. Nantinya dalam Ranperda akan dibahas diantaranya bagaimana mempersempit ruang lingkup seks bebas, dimana nantinya Akan dilakukan pembahasan lebih dalam agar ada perubahan yang signifikan dalam pencegahan HIV/AIDS ini,” ungkapnya
Terkait masalah ini, Ketua LSM Medan Plus, Eban Tontota Kaban berpendapat, seharusnya didalam Perda itu nantinya bisa mengakomodir semua, tidak hanya pencegahannya saja melainkan harus ada aturan bagi yang sudah terinfeksi dimana mereka harus dilindungi, sehingga tidak berat sebelah. Selain itu, perlu ada penanganan khusus untuk tempat-tempat lokalisasi yang legal.
“Kalau Medan mau jadi pioneer perlu pembahasan lintas sektor, karena dibalik legalitas saya pikir perlu dkaji ulang. Harus dilihat, siapa yang paling diuntungkan. Kalau itu berdampak pada masyarakat luas, itu perlu dikaji ulang. Tapi kalau yang dirugikan PSK, pemerintah harus punya kebijakan, tidak hanya berpihak pada segelintir orang. Kalau porstitusi dibiarkan seperti ini sebenarnya yang paling dirugikan PSK,”katanya.
Eban menilai, pada prinsipnya perlu ada aturan tertulis sebagai acuan untuk program penanggulangan dan pencegahan HIV/AIDS, terutama masyarakat yang terinfeksi juga harus dilindungi. Namun yang terpenting adalah perhatian dari pemerintah.
“Kalau ada aturan, tapi tak ada perhatian dari pemerintah itu sama saja. Masalah yang kecil saja misalnya, kantor tidak diperhatikan. Seperti yang kita ketahui, KPA saja belum punya kantor. Belum lagi kalau ada pertemuan-pertemuan, jarang pimpinan instansi yang menghadiri undangan. Jadi, yang terpenting adalah perhatian pemerintah walau Perda itu ada,” terangnya.
Hal yang sama dikatakan oleh Sekretaris yang juga Ketua Pelaksana Harian Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Ahmad Raja Nasution mengatakan, memang dalam hal ini diperlukan sebuah aturan yang lebih mengarah dan mengutamakan pencegahan disamping pengobatan.
“Kita harapkan Ranperda HIV yang dibahas oleh DPRD Medan di Komisi B lebih kepada pencegahan disamping pengobatan,” katanya.
Dijelaskannya, direncanakan setelah pembahasan Ranperda HIV oleh Komisi B nantinya, KPA Medan selanjutnya akan melaksanakan workshop dengan mengundang stakeholder, LSM dan pemerhati HIV/AIDS lainnya yang berkompeten dalam membahas masalah tersebut.
Masih Ahmad, kasus HIV bila dilihat dari satu sisi mengalami peningkatan dimana dari kasus tersebut bisa diibaratkan fenomena gunung es yang sedikit kelihatan namun sudah banyak terdapat kasus HIV/AIDS, dimana itu dikarenakan masyarakat tidak mau memeriksakan dirinya.
Sebelumnya, dari estimasi Orang Dengan HIV/AIDS ( ODHA) di Sumut sebesar 7059 orang dan yang sudah ditemukan hingga Desember 2010 sebanyak 2616. Dengan faktor resiko terbesar Heteroseksual (seks bebas) dan Narkoba Suntik (IDUs/Intra Drugs User). (Akb)
0 komentar:
Posting Komentar