Medan – RSU Pirngadi Medan merupakan rumah sakit pendidikan dimana semua pasien yang dirawat di RSU Pirngadi Medan selalu ditangani sama anak koas terkecuali ruangan tertentu seperti ruangan VIP Plus. Sekitar 1500 Mahasiswa kedokteran dari berbagai Universitas tergabung di rumah sakit RSU Pirngadi dimana mereka dikhususkan untuk menangani pasien yang berada diruang kelas III RSU Pirngadi Medan, namun semua anak koas yang berada di RSU Pirngadi Medan tidak memasuki ruangan VIP Plus yang berada dirumah sakit milik Pemerintah Kota (Pemko) Medan.
Wadir SDM dan Pendidikan RSU Pirngadi Medan, dr. Alisyahbana SpTHT mengatakan kalau anak koas hanya menangani pasien yang berada di ruang kelas III dikarenakan diruangan tersebut banyak terdapat pasien dan diruangan tersebut mencakup semua penyakit.
“Ini dikarenakan di ruang III pasiennya banyak dan sudah mencakup semua penyakit dan ruangannya lebih besar.Sedangkan di ruang VIP Plus hanya satu orang.Lagipulakan tidak mungkin koas rame-rame ke ruang Vip itu, ” kata Ali diruang kerjanya memberikan alasan. Selasa (8/2)
Dikatakannya, bisa saja koas masuk ke ruang VIP bila supervisornya mengikut sertakan. “Jadi bukan diskriminasi. Bukan karena miskin atau tidaknya pasien atau bayar atau tidaknya. Ini dalam konteks pembelajaran, ” terangnya seraya menambahkan dokter spesialis yang merupakan supervisor juga masuk ke ruangan kelas III dan ruangan lainnya..
Menurut Ali, saat ini di RSU Pirngadi Medan, ada sekitar 1500 koas dari berbagai faklultas kedokteran seperti USU, UISU, UnBrah dan Universitas Methodist Indonesia. Sekitar 1200 PPDS dan hampir 200 dokter spesialis berada di RSU Pirngadi Medan . “Rasionya dokter dan mahasiswa, satu dokter dengan 5 mahasiswa. PPDS yang belum masuk diantaranya di bagian Paru dan Patologi klinik,” terangnya.
Diakatakannya, tugas supervisor diantaranya menganalisa dan mendiagnosa penyakit pasien, PPDS (Program Pendidikan Dokter Spesialis) membantu dan melaporkan kasus kepada supervisor dan koas mendampingi PPDS dan tidak boleh mengambil tindakan.
“Kalau hanya di Pirngadi saja, seorang koas dari mulai masuk sampai menjadi dokter memerlukan waktu sampai 88 minggu. Inipun kalau lulus semua. Kecuali USU karena ada rumah sakit Adam Malik,’ ucapnya.
Sementara mengenai penyeimbangan RSU Pirngadi sebagai rumah sakit plus pendidikan dalam menyeimbangkan antara pelayanan dan pendidikan itu sendiri. Dokter Ali mengatakan untuk itu antara lain dengan memenuhi peralatan, memperbaiki sarana, prasarana dan infrastruktur. Dimana ada pendidikan yang baik disitu ada pelayanan yang baik. “Kalaupun ada keluhan pasien itu menjadi pemicu dan koreksi buat kita. Kita harus melayani dengan hati dalam konteks pelayanan,” katanya.
Namun pada dasarnya, diruang kelas III dimana pasien miskin banyak terdapat diruangan tersebut, menurut pantauan Tribun, jarang sekali dan bahkan tidak ada dokter spesialis yang visit di ruangan tersebut, kebanyakan anak mahasiswa kedokteran yang sedang belajar berada di ruangan pasien miskin tersebut.
Atas dasar itulah, banyak pasien kelas III terbengkalai. Seperti yang dikatakan salah seorang keluarga pasien kelas III warga Pasar 2 Jalan Rakyat, Fauzan mengatakan dirinya tidak mengetahui siapa dokter yang menangani anaknya yang dirawat di ruang kelas III RSU Pirngadi Medan. “saya tidak mengetahui nama dokter yang menangani anak saya yang sakit demam,” seraya mengatakan anaknya didiagnosa terkena penyakit DBD saat pertama sekali masuk diruang IGD sebelum masuk ke ruang kelas III.
Dikatakan Fauzan, memang anak saya baru masuk Selasa (8/2) sekitar pukul 10.00Wib ke RSU Pirngadi Medan. Namun semenjak masuk ke rumah sakit milik Pemko Medan ini Maya (nama samaran) tidak diperiksa oleh dokter langsung, melainkan diperiksa sama anak koas. “Anak saya hanya diperiksa sama anak koas, ya wajarlah merekakan sedang belajar, jadi ya biarkanlah,” katanya.
Sementara itu, menurut Ketua PAN DPRD Kota Medan, Ahmad Arif yang kebetulan berada di rumah sakit milik Pemko Medan ini mengatakan seharusnya koas saat menangani pasien harus didampingi dokter pendamping. “Kalau tidak ada pendamping anak koas saat menangani pasien diruang kelas III, seharusnya Dirut rumah sakit ini harus menegur mereka,” katanya seraya akan melihat ruagnan yang berada diruang kelas III.
Terpisah, Anggota DPR RI , Ibrahim Sakti Batubara beberapa waktu lalu mengatakan rumah sakit sebagai lembaga pendidikan seharusnya meningkatkan pelayanan, bukan mengurangi pelayanan. Namun yang terjadi dilapangan image yang muncul ditengah-tengah masyarakat, dengan kehadiran anak koas, seakan mereka dapat ditangani oleh mahasiswa, dibandingkan dengan dokter. Sehingga kesannya, pasien dijadikan sebagai kelinci percobaan. “Itu yang kita pertanyakan. Itu terjadi karena memang frekuensi kehadiran dokter diruangan itu sangat kurang sekali atau ada kesan seolah-olah dokter itu terlalu memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada koas. Itu yang saya bilang tidak boleh,” katanya.(akb)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar