IST |
KrisMon sebenarnya persoalan integritas. seorang presiden kehilangan integritasnya lantaran skandal seks-yang sebenarnya tak terkait langsung dengan jabatannya-plus sumpah palsunya di depan persidangan. Ketidakjujuran Clinton inilah yang digunakan lawan-lawan politiknya untuk menjatuhkannya.
Sulit membayangkan hal semacam ini terjadi di Indonesia. Jangankan
hal yang pribadi, melakukan pelanggaran yang berkaitan dengan pekerjaan pun sering tak berpengaruh pada karir seseorang.
Ini satu dari sekian banyak contoh. Seorang menteri yang diduga kuat terlibat megaskandal yang merugikan negara Rp 1,3 Triliun, selamat-selamat saja, malah dipromosikan menjadi ketua lembaga tinggi negara. Sampai sekarang pun, ia tenang-tenang saja dan masih bisa bicara tentang reformasi.
Inilah masalah utama kita. Di sini integritas masih merupakan hal langka, padahal inilah kompetensi terpenting. Krisis yang kita hadapi sekarang sebenarnya krisis kepercayaan, krisis integritas. Kesalahan dalam pengelolaan negara bukan disebabkan kita kekurangan pakar dan ahli. Kita punya banyak orang pandai, tetapi integritasnya masih perlu dipertanyakan.
Apa sebenarnya integritas itu? Ini definisi yang diberikan Development Dimension International (DDI), konsultan SDM yang berpusat di Pittsburgh, AS. Integritas adalah maintaining social, ethical, and organizational norm, firmly adhering to code of conduct and ethical, principle.
Integritas diterjemahkan menjadi tiga tindakan kunci (key action) yang dapat diamati (observable). Pertama, menunjukkan kejujuran (demonstrate honesty), yaitu bekerja dengan orang lain secara jujur dan benar, menyajikan data dan informasi secara lengkap dan akurat.
Kedua, memenuhi komitmen (keep commitment), yaitu melakukan apa yang telah dijanjikan, dan tidak membocorkan informasi rahasia. Ketiga, berperilaku secara konsisten (behave consistently), yaitu menunjukkan tidak adanya kesenjangan antara kata dan perbuatan.
Mengukur integritas memang sulit, tetapi bukan berarti tak mungkin. Penelitian Masyarakat Transparansi International mengenai peringkat negara terbersih tahun 1998, misalnya, dapat menjadi indikator.
Lembaga yang berpusat di Berlin itu menempatkan Indonesia pada nomor 80. Dengan kata lain, kita termasuk 6 negara yang terkorup di dunia bersama dengan Nigeria, Tanzania, Honduras, Paraguay, dan Kamerun. Negara-negara tetangga peringkatnya jauh di atas kita, bahkan Singapura ada di peringkat 7.
Korupsi di Indonesia memang sudah mewabah, endemik dan sistemik. Katherine Marshall, Ketua Tim Bank Dunia yang datang ke sini September tahun silam pun dibuat tercengang oleh kenyataan ini. Memo internal Bank Dunia melaporkan bahwa hampir semua institusi pemerintahan di Indonesia tersangkut korupsi yang diatur melalui sistem yang canggih. Alhasil, setidaknya dana Bank Dunia sebesar USD 10 Miliar telah menguap semasa Orde Baru.
Data BPKP juga menunjukkan indikator yang sama. Bayangkan, ternyata selama 6 bulan kabinet Habibie, korupsi yang terjadi mencapai 1,7 Triliun. Ini merupakan rekor dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Apa artinya semua ini? Inilah bencana SDM kita. Kita kehilangan pemimpin yang meiliki Integritas. Padahal, inilah unsur terpenting sukses dalam politik maupun bisnis. Kouzes dan Posner yang melakukan penelitian mengenai kredibilitas CEO pada 1987, 1993 dan 1995 secara konsisten menemukan bahwa jujur dan dapat dipercaya adalah kriteria terpenting pemimpin bisnis.
Para responden yang berasal dari Amerika Utara, Meksiko, Eropa Barat, Asia dan Australia ini menyebutkan-berturut-turut, memiliki visi, mampu memberikan inspirasi dan kompeten sebagai tiga kriteria penting lainnya.
Integritas memang persoalan inti dalam SDM. Dalam pertemuan antara tim kami dengan para direksi bank terkemuka belum lama ini, persoalan bagaimana meningkatkan integritas karyawan juga kembali mengemuka. Saya kira inilah tantangan terbesar yang harus oleh semua pemimpin organisasi.
Kita perlu membangun integritas dari dalam diri individu. Ada pun penciptaan sistem dan mekanisme yang memadai untuk mendorong terciptanya integritas hanyalah merupakan sarana pelengkapnya saja.
Membangun integritas memang sulit, tetapi menjaganya lebih sulit lagi. Dalam bisnis, sekali saja integritas Anda dipermasalahkan, selamanya Anda akan menanggung akibatnya. Banyak perusahaan melakukan reference checking sebelum bekerjasama dengan Anda.
Kontak-kontak yang intensif dalam komunitas bisnis pun dapat makin mempersulit posisi Anda. Maka, berhati-hatilah dengan integritas. Tampaknya pepatah lama masih berlaku: Sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang tak percaya.
(SWA, Maret 1999)
0 komentar:
Posting Komentar