Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Sumatera Utara menegaskan bahwa pernyataan BPOM di beberapa media yang menyatakan bahwa hanya dua persen dari ribuan produk China yang beredar di Indonesia yang sudah mendapatkan izin, adalah tidak benar. Kepala Bidang Sertifikasi dan Komunikasi BPOM Sumut, Sacramento mengklarifikasi pernyataan yang sebelumnya dilontarkan oleh Kepala BPOM RI, Kustantinah, yang dimuat di salah satu media online nasional.
"Ah tidak benar itu. Wartawannya saja yang salah mengutip pernyataan beliau. Yang benar adalah, 2 persen dari produk impor yang beredar di Indonesia adalah dari negara China," tegasnya kepada Tribun, Selasa (19/4) di Medan.
Ia menjelaskan, pihaknya sudah mendapatkan klarifikasi dari BPOM pusat bahwa media tersebut lah yang salah mengutip pernyataan orang nomor satu di BPOM itu. Saat ini, jelasnya, BPOM tidak lagi memakai sistem registrasi untuk setiap produk makanan, minuman dan kosmetik yang beredar di Indonesia, baik untuk produk lokal maupun produk impor. Akan tetapi sudah memakai sistem notifikasi yang resmi berlaku sejak Januari kemarin.
Menurut klarifikasi yang diterima Sacramento, data BPOM mencatat persentase produk makanan, minuman dan kosmetik produksi lokal yang beredar di Indonesia sekitar 56 persen, sedangkan 44 persen sisanya adalah produk impor.
"Ini yang perlu dicatat dan saya tegaskan. Bahwa 2 persen dari 44 persen itu, adalah produk dari negara China. Bukan 2 persen yang tidak berizin. Salah kutip wartawannya itu," tegasnya.
Ia mengatakan tidak ada masalah dalam produk impor yang beredar di Indonesia, khususnya yang berasal dari negara China. Sebab, jelasnya, semua produk yang beredar di Indonesia sudah mendapatkan notifikasi dan memang layak untuk diedarkan. Begitu pun, pihaknya berjanji akan tetap melakukan pengawasan secara intens untuk memantau apakakah memang ada produk yang belum mendapatkan notifikasi namun sudah diedarkan di pasar Indonesia.
Sementara itu, Kepala Seksi Impor Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumatera Utara, Parlindungan Lubis mengungkapkan, pihaknya tidak memiliki wewenang dalam menentukan izin layak atau tidak layak suatu produk untuk dipasarkan di Sumatera Utara. Menurutnya, jikalau memang ditemukan adanya produk impor yang tidak berizin dijual bebas di pasaran, yang bertugas untuk mengawasinya adalah BPOM.
"Kalau barisan terdepan yang mengawasi itu kan BPOM. Kita hanya memantau di pasaran ketika ada produk yang kadaluarsa saja. Meski bekerjasama, namun tupoksi kita kan beda," imbuh Parlindungan.
Senada dengan BPOM, ia menyatakan akan terus melakukan pemantauan di pasar-pasar, baik tradisional maupun modern, di Sumatera Utara untuk memantau apakah ada produk yang tidak layak edar dan belum mendapatkan notifikasi serta sudah kadaluarsa. Berbagai sektor yang tergabung dalam Tim gabungan pengawasan makanan dan minuman ini memang kerap menemukan berbagai produk tanpa izin beredar bebas di pasaran. Setiap tahunnya, pihaknya kerap mendapati para pedagang menjual produk-produk makanan impor tak berizin itu secara terbuka.
"Ah tidak benar itu. Wartawannya saja yang salah mengutip pernyataan beliau. Yang benar adalah, 2 persen dari produk impor yang beredar di Indonesia adalah dari negara China," tegasnya kepada Tribun, Selasa (19/4) di Medan.
Ia menjelaskan, pihaknya sudah mendapatkan klarifikasi dari BPOM pusat bahwa media tersebut lah yang salah mengutip pernyataan orang nomor satu di BPOM itu. Saat ini, jelasnya, BPOM tidak lagi memakai sistem registrasi untuk setiap produk makanan, minuman dan kosmetik yang beredar di Indonesia, baik untuk produk lokal maupun produk impor. Akan tetapi sudah memakai sistem notifikasi yang resmi berlaku sejak Januari kemarin.
Menurut klarifikasi yang diterima Sacramento, data BPOM mencatat persentase produk makanan, minuman dan kosmetik produksi lokal yang beredar di Indonesia sekitar 56 persen, sedangkan 44 persen sisanya adalah produk impor.
"Ini yang perlu dicatat dan saya tegaskan. Bahwa 2 persen dari 44 persen itu, adalah produk dari negara China. Bukan 2 persen yang tidak berizin. Salah kutip wartawannya itu," tegasnya.
Ia mengatakan tidak ada masalah dalam produk impor yang beredar di Indonesia, khususnya yang berasal dari negara China. Sebab, jelasnya, semua produk yang beredar di Indonesia sudah mendapatkan notifikasi dan memang layak untuk diedarkan. Begitu pun, pihaknya berjanji akan tetap melakukan pengawasan secara intens untuk memantau apakakah memang ada produk yang belum mendapatkan notifikasi namun sudah diedarkan di pasar Indonesia.
Sementara itu, Kepala Seksi Impor Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumatera Utara, Parlindungan Lubis mengungkapkan, pihaknya tidak memiliki wewenang dalam menentukan izin layak atau tidak layak suatu produk untuk dipasarkan di Sumatera Utara. Menurutnya, jikalau memang ditemukan adanya produk impor yang tidak berizin dijual bebas di pasaran, yang bertugas untuk mengawasinya adalah BPOM.
"Kalau barisan terdepan yang mengawasi itu kan BPOM. Kita hanya memantau di pasaran ketika ada produk yang kadaluarsa saja. Meski bekerjasama, namun tupoksi kita kan beda," imbuh Parlindungan.
Senada dengan BPOM, ia menyatakan akan terus melakukan pemantauan di pasar-pasar, baik tradisional maupun modern, di Sumatera Utara untuk memantau apakah ada produk yang tidak layak edar dan belum mendapatkan notifikasi serta sudah kadaluarsa. Berbagai sektor yang tergabung dalam Tim gabungan pengawasan makanan dan minuman ini memang kerap menemukan berbagai produk tanpa izin beredar bebas di pasaran. Setiap tahunnya, pihaknya kerap mendapati para pedagang menjual produk-produk makanan impor tak berizin itu secara terbuka.
0 komentar:
Posting Komentar